26 April 2013

KONSEP DASAR KEPERAWATAN ANAK


KONSEP DASAR KEPERAWATAN ANAK



Pengertian anak

Menurut UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Batasan umur ini ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seorang anak dicapai pada umur 21 tahun. Anak merupakan potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan generasi sebelumnya.

Prinsip-prinsip keperawatan anak

Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Perawat harus memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan. Diantaranya prinsip dalam asuhan keperawatan anak tersebut adalah :
1.      Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik. Prinsip dan pandangan ini mengandung arti bahwa tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik saja sebagaimana orang dewasa melainkan anak sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan. Pola-pola inilah yang harus dijadikan ukuran, bukan hanya bentuk fisiknya saja tetapi kemampuan dan kematangannya.
2.      Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur dan lain-lain. Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu yang juga membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual. Hal tersebut dapat terlihat pada tahap usia tumbuh kembang anak. Pada saat yang bersamaan perlu memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh anak.
3.      Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit. Upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa.
4.      Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggungjawab secara komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Untuk mensejahterakan, keperawatan selalu mengutamakan kepentingan anak. Anak dikatakan sejahtera berarti anak tidak merasakan gangguan psikologis, seperti rasa cemas, takut maupun sejenisnya. Mereka selalu menikmati masa-masa kecil dengan penuh kesenangan dan kasih sayang. Kemudian dalam upaya mensejahterakan anak tersebut, tidak terlepas dari peran keluarga, sehingga dalam perbaikan mutu keperawatan selalu melibatkan keluarga.
5.      Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan hidup dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal). Sebagai bagian dari keluarga anak harus dilibatkan dalam pelayanan keperawatan, dalam hal ini harus terjadi kesepakatan antara keluarga, anak dan tim kesehatan.
6.      Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturitas atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai mahluk biopsikososio dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat. Upaya kematangan pada anak adalah selalu memperhatikan lingkungan baik secara internal maupun eksternal karena kematangan anak sangat ditentukan oleh lingkungan yang ada, baik anak sebagai individu maupun anak sebagai bagian dari masyarakat.
7.      Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak.

Peran perawat dalam keperawatan anak
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat anak diantaranya:
1.      Sebagai pemberi perawatan.
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan anak, sebagai perawat anak, pemberian pelayanan perawatan dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asah, asih dan asuh.
2.      Sebagai advocat keluarga.
Selain melakukan tugas utama dalam merawat anak, perawat juga mampu sebagai advovat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien.
3.      Sebagai pencegah penyakit.
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan perawat harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah yang diderita.
4.      Sebagai pendidik.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak, perawat harus mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada anak atau keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan anak tidak lagi mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat.
5.      Sebagai konselor.
Merupakan upaya perawat dalam melaksanakan perannya dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh anak maupun keluarga. Berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun anak itu sendiri. Konseling ini dapat memberikan kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.
6.      Sebagai kolaborator.
Merupakan tindakan kerjasama dalam menentukan tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan anak tidak dapat dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat anak merupakan individu yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan.
7.      Sebagai pengambil keputusan etik.
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan anak kurang lebih 24 jam selalu disamping anak, maka peran sebagai pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan.
8.      Sebagai peneliti.
Peran ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat anak. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan anak, yang dapat dikembangkan untuk perkembangan teknologi kererawatan. Peran sebagai peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan anak.

Konsep keluarga


Defenisi keluarga

Keluarga didefinisikan dengan beberapa cara pandang.

Keluarga dapat dipandang sebagai tempat pemenuhan kebutuhan biologis bagi para anggotanga.
Cara pandang dari sudut psikologis keluarga adalah tempat berinteraksi dan berkembangnya kepribadian anggota keluarga.
Secara ekonomi keluarga dianggap sebagai unit yang produktif dalam dalam menyediakan materi bagi anggotanya dan,
Secara sosial adalah sebagai unit yang bereaksi terhadap lingkungan lebih luas.
Duvall (1977) mengemukakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran, yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota.
Bailon dan Maglaya (1978) mengemukakan bahwa keluarga sebagai dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
Leininger (1976) berpandangan bahwa keluarga adalah suatu sistem sosial yang dapat menggambarkan adanya jaringan kerja dari orang-orang yang secara reguler berinteraksi satu sama lain yang ditunjukkan oleh adanya hubungan yang saling tergantung dan mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan.

Teori keluarga
Ada beberapa teori keluarga. Empat teori yang lebih populer digunakan adalah teori sistem, teori stres, teori perkembangan, dan teori struktur dan fungsi keluarga.

Teori sistem keluarga
Teori ini dikembangkan berdasarkan pada teori sistem secara umum, yang dicirikan dengan adanya interaksi antarkomponen dan antarsistem dengan lingkungannya melalui suatu mekanisme umpan balik. Satu komponen bergantung pada komponen lain dan mempengaruhi komponen yang lainnya. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen, hal ini akan mempengaruhi komponen yang lain. Oleh karena itu, interaksi antarkomponen menjadi suatu penekanan pada teori ini. Misalnya, apabila salah satu anggota ada yang sakit, sebenarnya dapat disebabkan adanya interaksi antaranggota keluarga dan/atau orang tua yang kurang harmonis. Keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga juga akan berdampak pada anggota keluarga yang lain, baik secara fisik, psikososial maupun ekonomi. Anggota keluarga yang lain dan/ atau orang tua akan turut merasakan sakit, sedih atau cemas tentang keadaan sakit anggota keluarganya. Bahkan, secara ekonomi dampak dari keadaan sakit tersebut akan meningkatkan pengeluaran keluarga karena dibutuhkan biaya pengobatan bagi yang sakit.
Berdasarkan teori ini, keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga bukan semata-mata disebabkan oleh individu itu sendiri, tetapi akibat interaksi satu anggota keluarga dengan anggota keluarga yang lain. Perubahan yang terjadi mendadak atau yang dirasakan terlalu berat akan mempengaruhi keseimbangan antarkomponen sistem keluarga. Dengan demikian, sistem keluarga dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada keluarga sebagaimana juga keluarga dapat menimbulkan perubahan apabila interaksi antaranggotanya tidak harmonis.
Umpan balik pada sistem keluarga dapat ditunjukkan dengan adanya suatu proses pada keluarga yang membantu anggotanya dalam menghadapi masalah yang ada. Keluarga membantu anggotanya mengidentifikasi kekuatan yang ada dan sejauh mana tujuan yang ditetapkan bersama sejak awal telah dicapai. Umpan balik yang positif sangat diperlukan  sebagai pendorong atau motivator bagi anggota keluarga untuk terus menjaga keharmonisan interaksi dalam keluarga. Apabila kondisi ini dicapai, dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut dapat beradaptasi dengan positif terhadap perubahan yang dialami keluarga dan dapat dikatakan  sebagai keluarga yang terbuka dengan perubahan yang ada. Sebaliknya, keluarga yang tertutup hanya akan menganggap perubahan yang dialami keluarga sebagai ancaman semata dan tidak dapat beradaptasi dengan positif sehingga tidak dapat memanfaatkan sumber yang ada untuk menghadapi perubahan tersebut.
Kelebihan dari teori ini adalah teori ini sangat aplikatif apabila diterapkan pada keluarga dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam keadaan normal maupun sedang tidak dapat berfungsi karena mengalami gangguan sistem. Akan tetapi, kelemahan dari teori ini adalah teori ini agak sulit menetapkan penyebab dan akibat dari suatu masalah dari hubungan antaranggota keluarga karena berputar-putar dalam sistem keluarga.

Teori stres keluarga
Teori ini didasari oleh asumsi bahwa keluarga selalu berhadapan dengan stresor atau kejadian yang menyebabkan stres dalam kehidupan, baik yang tidak dapat diduga maupun yang dapat diduga. Stresor yang tidak dapat diduga, misalnya salah satu anggota keluarga sakit, terkena  pemutusan hubungan kerja (PHK), dan kematian, sedangkan stresor yang dapat diduga seperti stresor yang ditemui dalam menjalankan peran sebagai orang tua. Dalam menjalankan peran yang dimiliki seringkali orang tua dihadapkan pada kondisi sulit yang dapat menyebabkan stres, misalnya ibu yang punya peran ganda, sebagai wanita yang bekerja dan seorang ibu. Terlebih lagi apabila ada anggota keluarga yang sakit, sementara pada saat bersamaan ia dituntut untuk menjalankan peran penting di tempat kerjanya. Konflik sering muncul apakah harus menunggu anak di RS atau bersama anak yang lain di rumah? Stres semacam ini sebenarnya dapat diantisipasi karena latar belakangnya terjadi dengan sengaja dan dijalankan oleh keluarga untuk mencapai tujuan tertentu.
Apapun bentuknya penyebab stres tersebut apabila terjadi terus menerus, menumpuk, dan melibatkan berbagai komponen dalam keluarga, pada akhirnya akan membuat keluarga tidak mampu menghadapinya dengan konstruktif dan menempatkan keluarga dalam keadaan berisiko untuk terjadi perpecahan dan/ atau dihadapkan pada masalah kesehatan fisik atau psikologis. Dalam kondisi seperti ini, diperlukan kemampuan keluarga untuk beradaptasi secara konstruktif dan bila perlu, dengan mengubah struktur atau pola interaksinya. Jadi, teori ini pada prinsipnya menjelaskan bagaimana seharusnya keluarga menghadapi stresor yang ada dengan cara beradaptasi secara positif.
Kelebihan dari teori ini adalah mudah menjelaskan dan menginterpretasi perilaku keluarga dalam hubungannya dengan stresor yang ada sehingga dapat mengembangkan intervensi keperawatan yang tepat, berfokus pada kontribusi yang positif dari sumber stres, koping, dan dukungan sosial untuk beradaptasi, sedangkan kelemahan teori ini adalah belum menggambarkan hubungan antara berbagai komponen yang terkait secara adekuat.

Teori perkembangan keluarga
Teori ini dikembangkan  oleh Duvall (1977) yang mengemukakan delapan tahapan perkembangan keluarga sepanjang rentang kehidupan. Perkembangan keluarga membawa keluarga pada perubahan siklus kehidupannya.
Anak pertama menjadi ukuran untuk tahapan perkembangan keluarga. Jadi, kedatangan anak pertama dan perkembangannya menandai tahapan perkembangan keluarga tersebut. Apakah sebuah keluarga belum mempunyai anak dan baru saja menikah, tahapan perkembangan keluarga tersebut adalah sebagai keluarga dengan pasangan baru. Adanya anak pertama usia bayi menempatkan keluarga tersebut pada tahapan perkembangan keluarga dengan usia bayi. Selanjutnya demikian, anak pertama berusia todler, prasekolah, usia sekolah, usia remaja, usia dewasa muda, dan usia dewasa. Setiap tahapan keluarga mempunyai tugas perkembangan masing-masing.
Implikasi dari teori perkembangan keluarga pada keperawatan anak, yaitu dalam rangka memahami bagaimana orang tua menjalankan tugasnya dalam perawatan atau pengasuhan anak. Dengan memahami kondisi keluarga dalam menjalankan peran pengasuhan anaknya maka perawat dapat  memfasilitasi untuk mengoptimalkan peran tersebut sekalipun selama anak berada dalam perawatan di rumah sakit. Kelebihan teori ini adalah menguraikan keluarga secara dinamis, perubahan-perubahan pada keluarga, dan sistem sosialnya serta mengantisipasi potensi terjadinya stres dalam tiap tahap perkembangannya, sedangkan kelemahannya adalah hanya tepat menjelaskan keluarga inti dan patokan menggunakan anak pertama sebagai tahapan keluarga dapat menimbulkan masalah bagi orang tua tanpa pasangan atau dengan keluarga yang mempunyai ayah tiri atau ibu tiri.

Teori struktur dan fungsi keluarga
Teori ini lebih berfokus pada hubungan, ketergantungan, dan kesatuan antaranggota keluarga dan semua aspek yang berhubungan melalui struktur dan fungsi keluarga yang dijelaskan secara sistematis. Friedman (1998) membagi empat struktur keluarga menjadi struktur komunikasi, struktur nilai dan norma, struktur kekuatan dan struktur peran.

1.      Struktur komunikasi.
Struktur komunikasi menunjukkan bagaimana pola anggota keluarga dalam berkomunikasi satu dengan yang lain. Beberapa keluarga menunjukkan komunikasi yang berfungsi dan beberapa keluarga menunjukkan komunikasi yang tidak berfungsi. Komunikasi yang berfungsi ditunjukkan dengan keterbukaan, kejujuran, melibatkan perasaan, dapat menyelesaikan konflik dan ada hirarki kekuatan. Komunikasi yang tidak berfungsi sebaliknya, yaitu tertutup, tidak berfokus pada satu masalah, cenderung ada gosip, menunjukkan pemikiran yang negatif, dan selalu mengulang masalah dan/ atau pendapat sendiri.
2.      Struktur nilai dan norma
Nilai keluarga adalah sistem ide, sikap dan keyakinan yang mengikat anggota keluarga dan dijalankan keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, sesuai dengan nilai yang diyakini.
Beberapa nilai yang dapat dimiliki, yaitu nilai sosial, nilai teoretik, nilai religi, dan nilai ekonomis. Setiap individu mempunyai nilai-nilai tersebut, tetapi hanya ada satu atau beberapa nilai yang lebih menonjol dibandingkan nilai yang lainnya. Misalnya, apabila nilai sosial yang lebih menonjol, perilaku yang tampak pada orang tersebut adalah lebih toleransi dan perhatian terhadap kesusahan orang lain, selalu ingin menolong orang lain. Apabila nilai ekonomi yang lebih menonjol, ia akan selalu mempunyai perhitungan yang matang dalam efisiensi kerja, dan bagaimana dengan upaya yang minimal dapat mendatangkan hasil yang maksimal. Apabila nilai teoretik yang lebih menonjol, biasanya segala perilaku dan pengambilan keputusan dikaitkan dengan konsep dan teori yang matang, sedangkan jika nilai religi yang menonjol, segala perilaku dan pengambilan keputusan selalu didasarkan pada kaidah agama.
3.      Struktur kekuatan
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal, sedangkan posisi adalah keberadaan seseorang dalam sistem sosial. Peran juga diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengontrol atau mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain.
Peran anggota keluarga dijalankan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga, yang dijalankan melalui peran formal maupun informal. Peran formal yang dijalankan keluarga menentukan tercapainya keseimbangan dalam keluarga atau tidak. Banyak ahli yang menjelaskan tentang peran formal dalam keluarga, diantaranya Nye dan Gecas (1976 dalam Friedman [1988]) mengemukakan bahwa beberapa peran dasar dari laki-laki sebagai ayah dan wanita sebagai ibu yang mempunyai posisi sosial sebagai pemberi layanan, yaitu peran penjaga rumah, pemelihara anak, peran sosialisasi anak, peran rekreasi, mempertahankan hubungan dengan keluarga wanita atau laki-laki, pemenuhan kebutuhan pasangan, dan peran seksual. Sedangkan peran informal dari keluarga bisa menentukan keseimbangan keluarga dan bisa juga tidak, tetapi lebih bersifat adaptif dan mempertahankan kesejahteraan keluarga. Peran informal adalah peran sebagai pemberi dorongan, peran mempertahankan keharmonisan, peran untuk kompromi, peran untuk memulai atau berkontribusi dalam menghadapi masalah, peran untuk pelopor, koordinator dan peran informal lain.
4.      Struktur peran
Kekuatan keluarga menunjukkan kemampuan sistem keluarga untuk mengubah perilaku anggota keluarga. Pengaruh tersebut dipersepsikan sebagai kekuatan yang dimiliki dan ditunjukkan dengan kemampuan dalam mengambil keputusan. Untuk dapat mempunyai kemampuan tersebut, anggota keluarga meyakini adanya otoritas sebagai satu kekuatan keluarga. Misalnya, otoritas orang tua dalam mengambil keputusan untuk keluarga. Walaupun demikian, antara kekuatan dan otoritas tidak selalu selaras karena otoritas memberi kesan sebagai suatu kekuatan yang dominan dan tanpa kompromi. Kekuatan keluarga dapat dinilai dari bagaimana keluarga tersebut berproses dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan menyelesaikan konflik. Untuk memiliki kekuatan tersebut, keluarga membutuhkan sumber-sumber seperti informasi dan keterampilan berpikir.
Mengacu pada pendapat Friedman (1988), ada sepuluh jenis kekuatan keluarga, yaitu:
legitimate power berhubungan dengan kekuatan dari anggota keluarga untuk mengontrol perilaku anggota keluarga yang lain (misalnya, adanya otoritas orang tua dalam mengontrol anaknya).
helpless power adalah satu bentuk dari legitimate power yang diperlukan saat anggota keluarga merasa tidak berdaya.
referent power adalah kekuatan yang dimiliki individu karena identifikasi yang positif (misalnya, anak meniru perilaku orang tua yang positif).
resource power  adalah kekuatan yang digunakan didasarkan pada sumber tenaga/alat atau akal.  
expert power berkaitan dengan kekuatan seseorang karena kemampuan atau keahliannya. Orang lain menghargai dan mengikuti perilaku individu karena ia dinilai ahli dalam bidang tertentu.
reward power dimiliki individu karena berperilaku sesuai dengan harapan orang lain, mengerjakan sesuatu yang positif sebagai respons terhadap keinginan orang lain.
coercive power adalah kekuatan yang digunakan didasarkan pada adanya paksaan atau ancaman pada orang lain.  
informational power sedikit mirip dengan expert power, tetapi lebih sederhana dan terbatas pada pemberian informasi baik langsung maupun tidak langsung.
affective power adalah kekuatan yang dimiliki didasarkan pada kasih sayang dan perhatian pada orang lain (misalnya, kekuatan seorang ibu terhadap anaknya).
 tension management power berkaitan dengan kekuatan yang dimiliki keluarga dalam mengelola tekanan dan konflik dalam keluarga.

 

Daftar Pustaka
Friedman, MM. Family Nursing Research, Theory and Practice, Stanford, Connecticut, 1998.
Hidayat A. A. A. Pengantar Keperawatan Anak I, Salemba Medika, Jakarta, 2005.
Nursalam, Susilaningrum R, Utami S. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Salemba Medika, Jakarta, 2005.
Pusdiknakes. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta, 1993.
Pusdiknakes. Ilmu Perawatan Anak, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta, 1999.
Pusdiknakes. Modul Pengajaran Keperawatan, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta, 1999.
Pusdiknakes. Perawatan Bayi dan Anak, Edisi I, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta, 1989.
Wong, D.L. Nursing care of Infants and Children, St.Louis: Mosby Co, 2001.

No comments: