KONSEP DASAR KEPERAWATAN ANAK
Pengertian anak
Menurut UU No. 4
tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Batasan umur ini ditetapkan oleh
karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi
dan kematangan mental seorang anak dicapai pada umur 21 tahun. Anak merupakan
potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan
generasi sebelumnya.
Prinsip-prinsip keperawatan anak
Terdapat prinsip atau dasar dalam
keperawatan anak yang dijadikan sebagai pedoman dalam memahami filosofi
keperawatan anak. Perawat harus memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip
yang berbeda dalam penerapan asuhan. Diantaranya prinsip dalam asuhan
keperawatan anak tersebut adalah :
1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi
sebagai individu yang unik. Prinsip dan pandangan ini mengandung arti bahwa
tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik saja sebagaimana orang dewasa
melainkan anak sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan
perkembangan menuju proses kematangan. Pola-pola inilah yang harus dijadikan
ukuran, bukan hanya bentuk fisiknya saja tetapi kemampuan dan kematangannya.
2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan
mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang
unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai
dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan
fisiologis seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi,
istirahat, tidur dan lain-lain. Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga
sebagai individu yang juga membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial dan
spiritual. Hal tersebut dapat terlihat pada tahap usia tumbuh kembang anak.
Pada saat yang bersamaan perlu memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami
oleh anak.
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi
pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya
mengobati anak yang sakit. Upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat
kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak,
mengingat anak adalah generasi penerus bangsa.
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu
kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat
bertanggungjawab secara komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak.
Untuk mensejahterakan, keperawatan selalu mengutamakan kepentingan anak. Anak
dikatakan sejahtera berarti anak tidak merasakan gangguan psikologis, seperti
rasa cemas, takut maupun sejenisnya. Mereka selalu menikmati masa-masa kecil
dengan penuh kesenangan dan kasih sayang. Kemudian dalam upaya mensejahterakan
anak tersebut, tidak terlepas dari peran keluarga, sehingga dalam perbaikan
mutu keperawatan selalu melibatkan keluarga.
5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak
dengan anak dan keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan
meningkatkan kesejahteraan hidup dengan menggunakan proses keperawatan yang
sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal). Sebagai bagian dari
keluarga anak harus dilibatkan dalam pelayanan keperawatan, dalam hal ini harus
terjadi kesepakatan antara keluarga, anak dan tim kesehatan.
6. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah
untuk meningkatkan maturitas atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja
sebagai mahluk biopsikososio dan spiritual dalam konteks keluarga dan
masyarakat. Upaya kematangan pada anak adalah selalu memperhatikan lingkungan
baik secara internal maupun eksternal karena kematangan anak sangat ditentukan
oleh lingkungan yang ada, baik anak sebagai individu maupun anak sebagai bagian
dari masyarakat.
7. Pada masa yang akan datang kecenderungan
keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang
ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak.
Peran perawat dalam keperawatan anak
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan
anak, perawat mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat anak diantaranya:
1. Sebagai pemberi perawatan.
Peran utama perawat adalah memberikan
pelayanan keperawatan anak, sebagai perawat anak, pemberian pelayanan perawatan
dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asah,
asih dan asuh.
2. Sebagai advocat keluarga.
Selain melakukan tugas utama dalam
merawat anak, perawat juga mampu sebagai advovat keluarga sebagai pembela
keluarga dalam beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien.
3. Sebagai pencegah penyakit.
Upaya pencegahan merupakan bagian
dari bentuk pelayanan keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan
keperawatan perawat harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhadap
timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah yang diderita.
4. Sebagai pendidik.
Dalam memberikan asuhan keperawatan
pada anak, perawat harus mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan
dan cara mengubah perilaku pada anak atau keluarga harus selalu dilakukan
dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini
diupayakan anak tidak lagi mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah
perilaku yang tidak sehat.
5. Sebagai konselor.
Merupakan upaya perawat dalam
melaksanakan perannya dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap
masalah yang dialami oleh anak maupun keluarga. Berbagai masalah tersebut
diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diharapkan pula tidak terjadi
kesenjangan antara perawat, keluarga maupun anak itu sendiri. Konseling ini
dapat memberikan kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.
6. Sebagai kolaborator.
Merupakan tindakan kerjasama dalam
menentukan tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan
lain. Pelayanan keperawatan anak tidak dapat dilaksanakan secara mandiri oleh
tim perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli
gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat anak merupakan individu yang kompleks
yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan.
7. Sebagai pengambil keputusan etik.
Dalam mengambil keputusan, perawat
mempunyai peran yang sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan
anak kurang lebih 24 jam selalu disamping anak, maka peran sebagai pengambil
keputusan etik dapat dilakukan oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan
pelayanan keperawatan.
8. Sebagai peneliti.
Peran ini sangat penting yang harus
dimiliki oleh semua perawat anak. Sebagai peneliti perawat harus melakukan
kajian-kajian keperawatan anak, yang dapat dikembangkan untuk perkembangan
teknologi kererawatan. Peran sebagai peneliti dapat dilakukan dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan anak.
Konsep keluarga
Defenisi keluarga
Keluarga didefinisikan dengan beberapa
cara pandang.
Keluarga dapat dipandang sebagai
tempat pemenuhan kebutuhan biologis bagi para anggotanga.
Cara pandang dari sudut psikologis keluarga adalah
tempat berinteraksi dan berkembangnya kepribadian anggota keluarga.
Secara ekonomi keluarga dianggap sebagai unit yang
produktif dalam dalam menyediakan materi bagi anggotanya dan,
Secara sosial adalah sebagai unit yang bereaksi
terhadap lingkungan lebih luas.
Duvall (1977) mengemukakan bahwa keluarga adalah
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan
kelahiran, yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota.
Bailon dan Maglaya (1978) mengemukakan bahwa
keluarga sebagai dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan
darah, ikatan perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan
suatu budaya.
Leininger (1976) berpandangan bahwa keluarga
adalah suatu sistem sosial yang dapat menggambarkan adanya jaringan kerja dari
orang-orang yang secara reguler berinteraksi satu sama lain yang ditunjukkan
oleh adanya hubungan yang saling tergantung dan mempengaruhi dalam rangka
mencapai tujuan.
Teori keluarga
Ada beberapa teori keluarga. Empat
teori yang lebih populer digunakan adalah teori sistem, teori stres, teori
perkembangan, dan teori struktur dan fungsi keluarga.
Teori sistem keluarga
Teori ini dikembangkan berdasarkan pada
teori sistem secara umum, yang dicirikan dengan adanya interaksi antarkomponen
dan antarsistem dengan lingkungannya melalui suatu mekanisme umpan balik. Satu
komponen bergantung pada komponen lain dan mempengaruhi komponen yang lainnya.
Dengan demikian, apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen, hal ini
akan mempengaruhi komponen yang lain. Oleh karena itu, interaksi antarkomponen
menjadi suatu penekanan pada teori ini. Misalnya, apabila salah satu anggota
ada yang sakit, sebenarnya dapat disebabkan adanya interaksi antaranggota
keluarga dan/atau orang tua yang kurang harmonis. Keadaan sakit pada salah satu
anggota keluarga juga akan berdampak pada anggota keluarga yang lain, baik
secara fisik, psikososial maupun ekonomi. Anggota keluarga yang lain dan/ atau
orang tua akan turut merasakan sakit, sedih atau cemas tentang keadaan sakit
anggota keluarganya. Bahkan, secara ekonomi dampak dari keadaan sakit tersebut
akan meningkatkan pengeluaran keluarga karena dibutuhkan biaya pengobatan bagi
yang sakit.
Berdasarkan teori ini, keadaan sakit pada salah
satu anggota keluarga bukan semata-mata disebabkan oleh individu itu sendiri,
tetapi akibat interaksi satu anggota keluarga dengan anggota keluarga yang
lain. Perubahan yang terjadi mendadak atau yang dirasakan terlalu berat akan
mempengaruhi keseimbangan antarkomponen sistem keluarga. Dengan demikian,
sistem keluarga dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada keluarga
sebagaimana juga keluarga dapat menimbulkan perubahan apabila interaksi
antaranggotanya tidak harmonis.
Umpan balik pada sistem keluarga dapat ditunjukkan
dengan adanya suatu proses pada keluarga yang membantu anggotanya dalam
menghadapi masalah yang ada. Keluarga membantu anggotanya mengidentifikasi
kekuatan yang ada dan sejauh mana tujuan yang ditetapkan bersama sejak awal
telah dicapai. Umpan balik yang positif sangat diperlukan sebagai pendorong atau motivator bagi anggota
keluarga untuk terus menjaga keharmonisan interaksi dalam keluarga. Apabila
kondisi ini dicapai, dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut dapat beradaptasi
dengan positif terhadap perubahan yang dialami keluarga dan dapat
dikatakan sebagai keluarga yang terbuka
dengan perubahan yang ada. Sebaliknya, keluarga yang tertutup hanya akan
menganggap perubahan yang dialami keluarga sebagai ancaman semata dan tidak
dapat beradaptasi dengan positif sehingga tidak dapat memanfaatkan sumber yang
ada untuk menghadapi perubahan tersebut.
Kelebihan dari teori ini adalah teori ini sangat
aplikatif apabila diterapkan pada keluarga dalam kehidupannya sehari-hari, baik
dalam keadaan normal maupun sedang tidak dapat berfungsi karena mengalami
gangguan sistem. Akan tetapi, kelemahan dari teori ini adalah teori ini agak
sulit menetapkan penyebab dan akibat dari suatu masalah dari hubungan antaranggota
keluarga karena berputar-putar dalam sistem keluarga.
Teori stres keluarga
Teori ini didasari oleh asumsi bahwa
keluarga selalu berhadapan dengan stresor atau kejadian yang menyebabkan stres
dalam kehidupan, baik yang tidak dapat diduga maupun yang dapat diduga. Stresor
yang tidak dapat diduga, misalnya salah satu anggota keluarga sakit,
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK),
dan kematian, sedangkan stresor yang dapat diduga seperti stresor yang ditemui
dalam menjalankan peran sebagai orang tua. Dalam menjalankan peran yang
dimiliki seringkali orang tua dihadapkan pada kondisi sulit yang dapat
menyebabkan stres, misalnya ibu yang punya peran ganda, sebagai wanita yang
bekerja dan seorang ibu. Terlebih lagi apabila ada anggota keluarga yang sakit,
sementara pada saat bersamaan ia dituntut untuk menjalankan peran penting di
tempat kerjanya. Konflik sering muncul apakah harus menunggu anak di RS atau
bersama anak yang lain di rumah? Stres semacam ini sebenarnya dapat
diantisipasi karena latar belakangnya terjadi dengan sengaja dan dijalankan
oleh keluarga untuk mencapai tujuan tertentu.
Apapun bentuknya penyebab stres tersebut apabila
terjadi terus menerus, menumpuk, dan melibatkan berbagai komponen dalam
keluarga, pada akhirnya akan membuat keluarga tidak mampu menghadapinya dengan
konstruktif dan menempatkan keluarga dalam keadaan berisiko untuk terjadi
perpecahan dan/ atau dihadapkan pada masalah kesehatan fisik atau psikologis.
Dalam kondisi seperti ini, diperlukan kemampuan keluarga untuk beradaptasi
secara konstruktif dan bila perlu, dengan mengubah struktur atau pola
interaksinya. Jadi, teori ini pada prinsipnya menjelaskan bagaimana seharusnya
keluarga menghadapi stresor yang ada dengan cara beradaptasi secara positif.
Kelebihan dari teori ini adalah mudah menjelaskan
dan menginterpretasi perilaku keluarga dalam hubungannya dengan stresor yang
ada sehingga dapat mengembangkan intervensi keperawatan yang tepat, berfokus
pada kontribusi yang positif dari sumber stres, koping, dan dukungan sosial
untuk beradaptasi, sedangkan kelemahan teori ini adalah belum menggambarkan
hubungan antara berbagai komponen yang terkait secara adekuat.
Teori perkembangan keluarga
Teori ini dikembangkan oleh Duvall (1977) yang mengemukakan delapan
tahapan perkembangan keluarga sepanjang rentang kehidupan. Perkembangan
keluarga membawa keluarga pada perubahan siklus kehidupannya.
Anak pertama menjadi ukuran untuk
tahapan perkembangan keluarga. Jadi, kedatangan anak pertama dan
perkembangannya menandai tahapan perkembangan keluarga tersebut. Apakah sebuah
keluarga belum mempunyai anak dan baru saja menikah, tahapan perkembangan
keluarga tersebut adalah sebagai keluarga dengan pasangan baru. Adanya anak
pertama usia bayi menempatkan keluarga tersebut pada tahapan perkembangan
keluarga dengan usia bayi. Selanjutnya demikian, anak pertama berusia todler,
prasekolah, usia sekolah, usia remaja, usia dewasa muda, dan usia dewasa.
Setiap tahapan keluarga mempunyai tugas perkembangan masing-masing.
Implikasi dari teori perkembangan
keluarga pada keperawatan anak, yaitu dalam rangka memahami bagaimana orang tua
menjalankan tugasnya dalam perawatan atau pengasuhan anak. Dengan memahami
kondisi keluarga dalam menjalankan peran pengasuhan anaknya maka perawat dapat memfasilitasi untuk mengoptimalkan peran
tersebut sekalipun selama anak berada dalam perawatan di rumah sakit. Kelebihan
teori ini adalah menguraikan keluarga secara dinamis, perubahan-perubahan pada
keluarga, dan sistem sosialnya serta mengantisipasi potensi terjadinya stres
dalam tiap tahap perkembangannya, sedangkan kelemahannya adalah hanya tepat
menjelaskan keluarga inti dan patokan menggunakan anak pertama sebagai tahapan
keluarga dapat menimbulkan masalah bagi orang tua tanpa pasangan atau dengan
keluarga yang mempunyai ayah tiri atau ibu tiri.
Teori struktur
dan fungsi keluarga
Teori ini lebih berfokus pada
hubungan, ketergantungan, dan kesatuan antaranggota keluarga dan semua aspek
yang berhubungan melalui struktur dan fungsi keluarga yang dijelaskan secara
sistematis. Friedman (1998) membagi empat struktur keluarga menjadi struktur
komunikasi, struktur nilai dan norma, struktur kekuatan dan struktur peran.
1.
Struktur komunikasi.
Struktur
komunikasi menunjukkan bagaimana pola anggota keluarga dalam berkomunikasi satu
dengan yang lain. Beberapa keluarga menunjukkan komunikasi yang berfungsi dan
beberapa keluarga menunjukkan komunikasi yang tidak berfungsi. Komunikasi yang
berfungsi ditunjukkan dengan keterbukaan, kejujuran, melibatkan perasaan, dapat
menyelesaikan konflik dan ada hirarki kekuatan. Komunikasi yang tidak berfungsi
sebaliknya, yaitu tertutup, tidak berfokus pada satu masalah, cenderung ada
gosip, menunjukkan pemikiran yang negatif, dan selalu mengulang masalah dan/
atau pendapat sendiri.
2.
Struktur nilai dan norma
Nilai
keluarga adalah sistem ide, sikap dan keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dan dijalankan keluarga dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola
perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, sesuai dengan nilai
yang diyakini.
Beberapa
nilai yang dapat dimiliki, yaitu nilai sosial, nilai teoretik, nilai religi,
dan nilai ekonomis. Setiap individu mempunyai nilai-nilai tersebut, tetapi
hanya ada satu atau beberapa nilai yang lebih menonjol dibandingkan nilai yang
lainnya. Misalnya, apabila nilai sosial yang lebih menonjol, perilaku yang
tampak pada orang tersebut adalah lebih toleransi dan perhatian terhadap
kesusahan orang lain, selalu ingin menolong orang lain. Apabila nilai ekonomi
yang lebih menonjol, ia akan selalu mempunyai perhitungan yang matang dalam
efisiensi kerja, dan bagaimana dengan upaya yang minimal dapat mendatangkan
hasil yang maksimal. Apabila nilai teoretik yang lebih menonjol, biasanya
segala perilaku dan pengambilan keputusan dikaitkan dengan konsep dan teori
yang matang, sedangkan jika nilai religi yang menonjol, segala perilaku dan
pengambilan keputusan selalu didasarkan pada kaidah agama.
3.
Struktur kekuatan
Peran
adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal, sedangkan posisi
adalah keberadaan seseorang dalam sistem sosial. Peran juga diartikan sebagai
kemampuan individu untuk mengontrol atau mempengaruhi atau mengubah perilaku
orang lain.
Peran
anggota keluarga dijalankan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga, yang
dijalankan melalui peran formal maupun informal. Peran formal yang dijalankan
keluarga menentukan tercapainya keseimbangan dalam keluarga atau tidak. Banyak
ahli yang menjelaskan tentang peran formal dalam keluarga, diantaranya Nye dan
Gecas (1976 dalam Friedman [1988]) mengemukakan bahwa beberapa peran dasar dari
laki-laki sebagai ayah dan wanita sebagai ibu yang mempunyai posisi sosial
sebagai pemberi layanan, yaitu peran penjaga rumah, pemelihara anak, peran
sosialisasi anak, peran rekreasi, mempertahankan hubungan dengan keluarga
wanita atau laki-laki, pemenuhan kebutuhan pasangan, dan peran seksual.
Sedangkan peran informal dari keluarga bisa menentukan keseimbangan keluarga
dan bisa juga tidak, tetapi lebih bersifat adaptif dan mempertahankan
kesejahteraan keluarga. Peran informal adalah peran sebagai pemberi dorongan,
peran mempertahankan keharmonisan, peran untuk kompromi, peran untuk memulai
atau berkontribusi dalam menghadapi masalah, peran untuk pelopor, koordinator
dan peran informal lain.
4.
Struktur peran
Kekuatan
keluarga menunjukkan kemampuan sistem keluarga untuk mengubah perilaku anggota
keluarga. Pengaruh tersebut dipersepsikan sebagai kekuatan yang dimiliki dan
ditunjukkan dengan kemampuan dalam mengambil keputusan. Untuk dapat mempunyai
kemampuan tersebut, anggota keluarga meyakini adanya otoritas sebagai satu
kekuatan keluarga. Misalnya, otoritas orang tua dalam mengambil keputusan untuk
keluarga. Walaupun demikian, antara kekuatan dan otoritas tidak selalu selaras
karena otoritas memberi kesan sebagai suatu kekuatan yang dominan dan tanpa
kompromi. Kekuatan keluarga dapat dinilai dari bagaimana keluarga tersebut
berproses dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan menyelesaikan konflik.
Untuk memiliki kekuatan tersebut, keluarga membutuhkan sumber-sumber seperti
informasi dan keterampilan berpikir.
Mengacu
pada pendapat Friedman (1988), ada sepuluh jenis kekuatan keluarga, yaitu:
legitimate
power berhubungan dengan kekuatan dari anggota
keluarga untuk mengontrol perilaku anggota keluarga yang lain (misalnya, adanya
otoritas orang tua dalam mengontrol anaknya).
helpless
power adalah satu bentuk dari legitimate power yang
diperlukan saat anggota keluarga merasa tidak berdaya.
referent
power adalah kekuatan yang dimiliki individu karena
identifikasi yang positif (misalnya, anak meniru perilaku orang tua yang
positif).
resource
power adalah
kekuatan yang digunakan didasarkan pada sumber tenaga/alat atau akal.
expert
power berkaitan dengan kekuatan seseorang karena
kemampuan atau keahliannya. Orang lain menghargai dan mengikuti perilaku
individu karena ia dinilai ahli dalam bidang tertentu.
reward
power dimiliki individu karena berperilaku sesuai
dengan harapan orang lain, mengerjakan sesuatu yang positif sebagai respons
terhadap keinginan orang lain.
coercive
power adalah kekuatan yang digunakan didasarkan pada
adanya paksaan atau ancaman pada orang lain.
informational
power sedikit mirip dengan expert power, tetapi lebih
sederhana dan terbatas pada pemberian informasi baik langsung maupun tidak
langsung.
affective
power adalah kekuatan yang dimiliki didasarkan pada
kasih sayang dan perhatian pada orang lain (misalnya, kekuatan seorang ibu
terhadap anaknya).
tension management power berkaitan
dengan kekuatan yang dimiliki keluarga dalam mengelola tekanan dan konflik
dalam keluarga.
Daftar Pustaka
Friedman, MM. Family
Nursing Research, Theory and Practice, Stanford, Connecticut,
1998.
Hidayat A. A. A. Pengantar
Keperawatan Anak I, Salemba Medika, Jakarta, 2005.
Nursalam,
Susilaningrum R, Utami S. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Salemba
Medika, Jakarta, 2005.
Pusdiknakes. Asuhan
Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta,
1993.
Pusdiknakes. Ilmu
Perawatan Anak, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta, 1999.
Pusdiknakes. Modul
Pengajaran Keperawatan, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta, 1999.
Pusdiknakes. Perawatan
Bayi dan Anak, Edisi I, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta, 1989.
Wong, D.L. Nursing
care of Infants and Children, St.Louis: Mosby Co, 2001.
No comments:
Post a Comment