26 April 2013

Askep Asma Bronkhiale


Askep Asma Bronkhiale


ASTHMA BRONKHIALE


A. Pengertian

Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).

Askep Asma Bronkhiale



B. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
  1. Faktor predisposisi
    • Genetik
      Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
  2. Faktor presipitasi
    • Alergen
      Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
      1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
        Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
      2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
        Seperti : makanan dan obat-obatan.
      3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
        seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
    • Perubahan cuaca.
      Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
    • Stress.
      Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
    • Lingkungan kerja.
      Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
    • Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
      Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Askep Asma Bronkhiale


C. Klasifikasi Asthma

Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
  1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
2.      Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
  1. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Askep Asma Bronkhiale


D. Patofisiologi
Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Askep Asma Bronkhiale


E. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
  1. Tingkat I :
    • Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
    • Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
  2. Tingkat II :
    • Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
    • Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
  3. Tingkat III :
    • Tanpa keluhan.
    • Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
    • Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
  4. Tingkat IV :
    • Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
    • Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
  5. Tingkat V :
    • Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
    • Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
Askep Asma Bronkhiale


F. Pemeriksaan penunjang
  1. Pemeriksaan laboratorium.
    • Pemeriksaan sputum
      Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
      • Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
      • Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
        bronkus.
      • Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
      • Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
    • Pemeriksaan darah.
      • Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
      • Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
      • Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
      • Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
  2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
    • Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
    • Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
    • Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
    • Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
    • Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
  1. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
  1. Elektrokardiografi
    Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
    • Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
    • Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
    • Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
  2. Scanning Paru
    Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
  3. Spirometri
    Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
    pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

G. Penatalaksanaan
  1. Pengobatan farmakologik :
    • Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
      1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
        Nama obat :
        • Orsiprenalin (Alupent)
        • Fenoterol (berotec)
        • Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
      1. Santin (teofilin)
        Nama obat :
        • Aminofilin (Amicam supp)
        • Aminofilin (Euphilin Retard)
        • Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
    • Kromalin
      Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
    • Ketolifen
      Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
      dapat diberika secara oral.
  1. Pengobatan non farmakologik:
    • Memberikan penyuluhan.
    • Menghindari faktor pencetus.
    • Pemberian cairan.
    • Fisiotherapy.
    • Beri O2 bila perlu.


DOWNLOAD ASKEP ASTHMA BRONKHIALE Klik Di Sini

Askep Asma Bronkhiale


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASTHMA BRONKHIALE


A. Pengkajian
  1. Riwayat kesehatan yang lalu:
    • Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
    • Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
    • Kaji riwayat pekerjaan pasien.
  2. Aktivitas
    • Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
    • Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
    • Tidur dalam posisi duduk tinggi.
  3. Pernapasan
    • Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
    • Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
    • Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
    • Adanya bunyi napas mengi.
    • Adanya batuk berulang.
  4. Sirkulasi
    • Adanya peningkatan tekanan darah.
    • Adanya peningkatan frekuensi jantung.
    • Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
    • Kemerahan atau berkeringat.
  5. Integritas ego
    • Ansietas
    • Ketakutan
    • Peka rangsangan
    • Gelisah
  6. Asupan nutrisi
    • Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
    • Penurunan berat badan karena anoreksia.
  7. Hubungan sosal
    • Keterbatasan mobilitas fisik.
    • Susah bicara atau bicara terbata-bata.
    • Adanya ketergantungan pada orang lain.
  8. Seksualitas
    • Penurunan libido.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
  1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
  2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
  3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1 :
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
  • Sesak berkurang
  • Batuk berkurang
  • Klien dapat mengeluarkan sputum
  • Wheezing berkurang/hilang
  • TTV dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
  • Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis, ronkhi.
    R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
  • Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
    R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
  • Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
    R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
  • Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
    R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
  • Berikan air hangat.
    R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
  • Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1x1 (inhalasi).
    R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa Keperawatan 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
  • Pola nafas efektif
  • Bunyi nafas normal atau bersih
  • TTV dalam batas normal
  • Batuk berkurang
  • Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
  • Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
    R/ Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
  • Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.
    R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
  • Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
    R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
  • Observasi pola batuk dan karakter sekret.
    R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
  • Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
    R/ Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
  • Kolaborasi
    • Berikan oksigen tambahan.
    • Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

Diagnosa Keperawatan 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
  • Keadaan umum baik
  • Mukosa bibir lembab
  • Nafsu makan baik
  • Tekstur kulit baik
  • Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
  • Bising usus 6-12 kali/menit
  • Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
  • Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
    R/ Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
  • Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
    R/ Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
  • Timbang berat badan dan tinggi badan.
    R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
  • Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
    R/ Air hangat dapat mengurangi mual.
  • Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
    R/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
  • Kolaborasi
    • Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
      R/ Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
    • Berikan obat sesuai indikasi.
    • Vitamin B squrb 2x1.
      R/ Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
    • Antiemetik rantis 2x1
      R/ untuk menghilangkan mual / muntah.


DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K. (1990) "Asma Bronchiale", dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.
Brunner & Suddart (2002) "Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah", Jakarta : AGC.
Crockett, A. (1997) "Penanganan Asma dalam Penyakit Primer", Jakarta : Hipocrates.
Crompton, G. (1980) "Diagnosis and Management of Respiratory Disease", Blacwell Scientific Publication.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) "Buku Ajar Fisiologi Kedokteran", Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) "Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik", Volume 1, Jakarta : EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) "Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit", Jakarta : EGC.
Pullen, R. L. (1995) "Pulmonary Disease", Philadelpia : Lea & Febiger.
Rab, T. (1996) "Ilmu Penyakit Paru", Jakarta : Hipokrates.
Rab, T. (1998) "Agenda Gawat Darurat", Jakarta : Hipokrates.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) "Keperawatan Medikal Bedah", Buku Satu, Jakarta : Salemba Medika.
Staff Pengajar FK UI (1997) "Ilmu Kesehatan Anak", Jakarta : Info Medika.
Sundaru, H. (1995) "Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya", Jakarta : FK UI.
























1
©2003 Digitized by USU digital library
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL
DUDUT TANJUNG, S.Kp.
Fakultas Kedokteran
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Pengertian
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible
dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
2
©2003 Digitized by USU digital library
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,
zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
3
©2003 Digitized by USU digital library
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ),
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala
tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada
malam hari.
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
! Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
! Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
! Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
! Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
! Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
! Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
! Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetus :
Allergen
Olahraga
Cuaca
Emosi
Imun
respon
menjadi
aktif
Pelepasan
mediator
humoral
Histamine
SRS-A
Serotonin
Kinin
Bronkospasme
Edema mukosa
Sekresi meningkat
inflamasi
Penghambat
kortikosteroid
4
©2003 Digitized by USU digital library
! Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
! Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
! Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
! Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
! Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
! Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
! perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
! Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
( Right bundle branch block).
! Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
5
©2003 Digitized by USU digital library
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
! Memberikan penyuluhan
! Menghindari faktor pencetus
! Pemberian cairan
! Fisiotherapy
! Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
! Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat
ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
! Kromalin
6
©2003 Digitized by USU digital library
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
! Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosal
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
7
©2003 Digitized by USU digital library
Seksualitas
Penurunan libido
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan
jelas.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, ex: mengi
Kaji / pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi /
ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea,
ansietas, distress pernafasan,
penggunaan obat bantu.
Tempatkan posisi yang nyaman
pada pasien, contoh :
meninggikan kepala tempat tidur,
duduk pada sandara tempat tidur
Pertahankan polusi lingkungan
minimum, contoh: debu, asap dll
Tingkatkan masukan cairan
sampai dengan 3000 ml/ hari
sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan
indikasi bronkodilator.
Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan
adanya nafas advertisius.
Tachipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut.
Disfungsi pernafasan adalah
variable yang tergantung pada
tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di
rumah sakit.
Peninggian kepala tempat
tidur memudahkan fungsi
pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
Pencetus tipe alergi
pernafasan dapat mentriger
episode akut.
Hidrasi membantu
menurunkan kekentalan
sekret, penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme
bronkus.
Merelaksasikan otot halus dan
menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi
mukosa.
8
©2003 Digitized by USU digital library
Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang
tepat.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan
makanan saat ini. Catat derajat
kerusakan makanan.
Sering lakukan perawatan oral,
buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai.
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
selama makan sesuai indikasi.
Pasien distress pernafasan akut
sering anoreksia karena
dipsnea.
Rasa tak enak, bau menurunkan
nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual/muntah
dengan peningkatan kesulitan
nafas.
Menurunkan dipsnea dan
meningkatkan energi untuk
makan, meningkatkan masukan.
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen
(spasme bronkus)
Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji/awasi secara rutin kulit
dan membrane mukosa.
Palpasi fremitus
Awasi tanda vital dan irama
jantung
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
sesuai dengan indikasi hasil
AGDA dan toleransi pasien.
Sianosis mungkin perifer
atau sentral keabu-abuan
dan sianosis sentral mengindikasi
kan beratnya
hipoksemia.
Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
Tachicardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah
dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia.
9
©2003 Digitized by USU digital library
Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil yang diharapkan :
- mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
infeksi.
- Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Awasi suhu.
Diskusikan kebutuhan nutrisi
adekuat
Kolaborasi
Dapatkan specimen sputum
dengan batuk atau pengisapan
untuk pewarnaan
gram,kultur/sensitifitas.
Demam dapat terjadi karena
infeksi dan atau dehidrasi.
Malnutrisi dapat mempengaruhi
kesehatan umum
dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi
untuk mengidentifikasi
organisme penyabab dan
kerentanan terhadap
berbagai anti microbial
Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
Hasil yang diharapkan :
menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
INTERVENSI RASIONALISASI
Jelaskan tentang penyakit
individu
Diskusikan obat pernafasan,
efek samping dan reaksi yang
tidak diinginkan.
Tunjukkan tehnik penggunaan
inhakler.
Menurunkan ansietas dan dapat
menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana
pengobatan.
Penting bagi pasien memahami
perbedaan antara efek samping
mengganggu dan merugikan.
Pemberian obat yang tepat
meningkatkan keefektifanya.
10
©2003 Digitized by USU digital library
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : FK UI.
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta :
Hipocrates.
Crompton, G. (1980) “Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell
Scientific Publication.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta :
EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”,
Jakarta : EGC.
Pullen, R. L. (1995) “Pulmonary Disease”, Philadelpia : Lea & Febiger.
Rab, T. (1996) “Ilmu Penyakit Paru”, Jakarta : Hipokrates.
Rab, T. (1998) “Agenda Gawat Darurat”, Jakarta : Hipokrates.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku
Satu, Jakarta : Salemba Medika.
Staff Pengajar FK UI (1997) “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Info Medika.
Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.





























Askep asma


Definisi
Asthma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan.

Patofisiologi
  1. Astma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
  2. Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.
  3. Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
  4. Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
  5. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan . Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 terthan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
  6. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, edema mukosa dan meningkatnya produksi sekret.
  7. Fatigue berhubungan dengan hypoxia meningkatnya usaha nafas.
  8. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernafasan
  9. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan menurunnya intake cairan
  10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik
  11. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan

Komplikasi
  1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
  2. Chronik persistent bronchitis
  3. Bronchiolitis
  4. Pneumonia
  5. Emphysema.

Etiologi
  1. Faktor ekstrinsik :reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang).
  2. Faktor intrinsik; infeksi : para influenza virus, pneumonia,Mycoplasma..Kemudian dari fisik; cuaca dingin, perubahan temperatur. Iritan; kimia.Polusi udara ( CO, asap rokok, parfum ). Emosional; takut, cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.

Manifestasi klinis
  1. Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.
  2. Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.
  3. Batuk kering ( tidak produktif ) karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit.
  4. Tachypnea, orthopnea.
  5. Diaphoresis
  6. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.
  7. Fatigue.
  8. Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara.
  9. Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
  10. Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat ekshalasi yang sulit karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi hipersonor.
  11. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
  12. Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin sianosis.
  13. X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”

Pemeriksaan Diagnostik
  1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
  2. Foto rontgen
  3. Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
  4. Pemeriksaan alergi
  5. Pulse oximetri
  6. Analisa gas darah.

Penatalaksanaan serangan asma akut :
  1. Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
  2. Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20 menit sampai 3 kali.
  3. Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini ( per oral ) :
a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
  • Efedrin : 0,5 – 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
  • Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
  • Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat dan monitor efek samping obat.

b. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas.
  1. Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
  2. Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek samping tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan kejang. Intervensi keperawatan; atur aliran infus secara ketat, gunakan alat infus kusus misalnya infus pump.

c. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus. Prednison : 0,5 – 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).

ASUHAN KEPERAWATAN

1 PENGKAJIAN
1.1 Identitas
Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada asma episodik yang sering terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan cuaca, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.
1.2 Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak napas.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.
1.4 Riwayat penyakit terdahulu
Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.
1.5 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu, disamping faktor yang lain.
1.6 Riwayat kesehatan lingkungan
Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi, obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan asma.

1.7 Riwayat tumbuh kembang
1.7.1 Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.

1.7.2 Tahap perkembangan.
 Perkembangan§ psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
§ Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
§ Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
§ Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
 Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh§ kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
 Perkembangan body image yaitu mengenal§ kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
§ Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
 Perkembangan bahasa§ yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
§ Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
 Bermain jenis assosiative play yaitu bermain§ dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
1.8 Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
1.9 Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :
 Gizi buruk kurang dari 60%Ø
 Gizi kurang 60 % -Ø <80> 2 ml/ kg per jam.
• Monitor intake dan output, mukosa membran, turgor kulit, pengeluaran urin, ukur grapitasi urin atau berat jenis urin ( nilai 1.003-1030 ).
• Monitor elektrolit
• Kaji warna sputum, konsistensi dan jumlah
• Pertahankan terapi parenteral bila indikasi, dan monitor kelebihan caiaran ( overload )
• Berikan intake cairan per oral bila toleran, hati-hati minuman yang dapat meningkatkan bronkospasme ( air dingin ).
• Setelah fase akut, ajarkan anak dan orang tua untuk minum 3-8 gelas (750-2000 ml), tergantung usia dan berat badan.
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik.
Goal : Orang tua mendemonstrasikan koping yang tepat
Kriteria : Mengekspresikan perasaan dan perhatian serta memberikan aktivitas yang sesuai usia atau kondisi dan perkembangan psikososial pada anak.
• Berikan kesempatan pada orang tua untuk ekspresi perasaan.
• Kaji mekanisme koping sebelumnya pada waktu stress
• Jelaskan prosedur dan pengobatan yang diberikan
• Informasikan kepada orang tua tentang kondisi anak
• Identifikasi sumber-sumber psikososial keluarga dan financial

6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan.
Goal : Orang tua secara verbal memahami proses penyakit dan pengobatan dan mengikuti regimen terapi yang diberikan.
Kriteria : Berpartispasi dalam memberikan perawatan pada anak sesuai dengan program medik atau perawatan, misalnya memberikan makan dan minum yang cukup, memberi minum obat oral pada anak sesuai program.

• Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit, pengobatan dan intervensi.
• Bantu untuk mengidentifikasi faktor pencetus.
• Jelaskan tentang emosi dan stres yang dapat menjadi faktor pencetus.
• Jelaskan tentang pentingnya pengobatan; dosis, efek samping, waktu pemberian dan pemeriksaan darah.
• Informasikan tanda dan gejala yang harus dilaporkan dan kontrol ulang.
• Informasikan pentingnya program aktivitas dan latihan nafas.
• Jelaskan tentang pentingnya terapi bermain sesuai usia.

Perencanaan Pemulangan
  1. Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan gambar-gambar atau phantom.
  2. Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
  3. Hindari faktor pemicu; kebersihan lantai rumah, debu-debu, karpet, bulu binatang dan lainnya.
  4. Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
  5. Ajarkan penggunaan nebulizer.
  6. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan; nama obat, dosis, efek samping, waktu pemberian.
  7. Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut dan stress.
  8. Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk latihan nafas.
  9. Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
Soetjningsih. (1998). Tumbuh kembang anak . Cetakan kedua. EGC. Jakarta
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika Jakarta.
Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung Seto Jakarta.




Referensi kesehatan

Definisi
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The Amercan Thoracic Society).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian cairan
4) Fisiotherapy
5) Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
2) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
3) Ketofilen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.


















Asma Bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajadnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Pengertian lain dari asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel di mana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.
Prinsip yang mendasari asma menurut beberapa definisi diatas adalah bahwa pada asma bronkial ini terjadi penyempitan bronkus yang bersifat reversible yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen. Asma bronkial juga bisa dikatakan suatu sindroma yang ditandai dengan adanya sesak nafas dan wheezing yang disebabkan oleh karena penyempitan menyeluruh dari saluran nafas intra pulmonal.

Klasifikasi
Asma diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu alergik, tipe non alergik (asma idiopatik) dan tipe gabungan. Asma bronkial tipe alergik ditandai dengan adanya keluhan yang ada hubungannya dengan pemaparan terhadap alergen-alergen yang dikenal, misalnya serbuk sari, bulu binatang, marah, makanan dan jamur. Asma alergik biasanya timbul sejak masa kanak-kanak, pada famili ada yang menderita asma, dan riwayat medik masa lalu ekzema atau rinitis alergik. Anak-anak dengan asma alergik sering dapat mengatasi kondisi sampai usia remaja.
Asma Bronkial tipe non alergik (asma idiopatik) ditandai dengan keluhan yang tidak ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologis seperti aspirin, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agen sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi faktor. Serangan biasanya lebih berat seiring dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien mungkin mengalami asma tipe ketiga, yaitu asma gabungan. Asma gabungan ini merupakan tipe yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik tipe alergik dan tipe idiopatik.

Tingkatan Asma
Tabrani Rab membedakan tingkatan asma dalam tiga tingkatan, yaitu asma bronkial intermitten, status asmatikus, dan asma emergency. Asma Bronkial intermitten adalah asma dimana di luar serangan tidak menimbulkan gejala, pada pemeriksaan faal pau tanpa provokasi normal. Meskipun tidak begitu berat, asma intermitten ini cukup mengganggu aktifitas sehari-hari. Tingkatan kedua adalah status asmatikus. Serangan asma pada tingkatan ini sangat berat. Asma pada tingkatan ini tidak dapat diatasi dengan obat-obatan konvensional. Tingkatan ketiga adalah asma emergency. Asma pada tingkatan ini dapat menyebabkan kematian. Saluran jalan nafas pada pasien asmatikus emergency terlalu sensitif, yang diperparah lagi dengan adanya faktor pencetus yang terus menerus.
Penilaian beratnya asma diperlukan untuk memulai pengobatan, karena derajat beratnya asma akan menentukan jenis dan dosis obat yang akan dipakai. Berdasarkan panduan, derajat beratnya asma ditentukan oleh frekuensi gejala asma, frekuensi bangun malam serta beratnya gangguan fungsi paru. Beratnya gangguan fungsi paru dinilai berdasarkan persentase (%) nilai prediksi APE (arus puncak ekspirasi), atau nilai terbaik APE pasien tersebut.

Patofisiologi
Ciri khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan bronkus, yang disebabkan oleh spasme atau konstriksi otot-otot polos bronkus, pembengkakan atau edema mukosa bronkus, dan hipersekresi mukosa / kelenjar bronkus. Saluran nafas yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas. Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu kelainan pada jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan gangguan pada bagian fungsional paru.
Smeltzer (2002) menjelaskan lebih lanjut menambahkan bahwa otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar. Sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara terperangkap dalam jaringan paru. Ketiga faktor tersebut selanjutnya dapat menimbulkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.

Gejala Klinik
Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis. Sedangkan pada waktu serangan, penderita tampak sesak nafas (nafas cepat dan dalam), nafas cuping hidung, nafas berbunyi (wheezing), batuk, sianosis, penggunaan otot bantu pernafasan, tekanan darah dan nadi meningkat. Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mukus memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara lebih lama. Pasien tampak gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke depan, serta tampak otot-otot bantu pernafasan yang bekerja dengan keras. Sebagian penderita juga bisa mengalami nyeri dada. Gejala-gejala ini tidak harus terjadi bersama-sama, tergantung berat ringannya tingkatan asma penderita.

Penyuluhan/Edukasi
Secanggih apapun obat antiasma yang diberikan kepada pasien atau sebaik apapun panduan yang diperkenalkan tidak akan berhasil guna bila tidak ada kerjasama dengan pasien. Pasien mungkin berobat tidak teratur atau tidak menggunakan obat sesuai dengan yang kita kehendaki karena pasien tidak mengetahui baik tujuan pengobatan maupun cara menggunakan obat. Oleh karena itu penyuluhan kepada pasien harus dilakukan setiap kali kunjungan ke dokter.
Beberapa topik yang sebaiknya diketahui pasien antara lain mengenal asma dan dampaknya, mengenal pencetus asma dan cara menghindari, mengetahui perbedaan antara obat pelega dan pencegah, mengetahui cara pemakaian obat dengan benar, dan mengetahui cara memantau penyakitnya dan tahu kapan harus menghubungi dokter atau rumah sakit kalau penyakitnya memburuk. Asma adalah penyakit kronik yang sewaktu-waktu mengalami eksaserbasi, sehingga partisipasi pasien dalam mengelola penyakitnya sangat besar. Memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan mengobati penyakitnya tidak saja kita dapat meringankan penyakitnya tetapi sering kita dapat mencegah kematian yang tidak seharusnya terjadi (Sundaru, 2001).
Ada beberapa hal yang harus diketahui penderita asma tentang kondisi-kondisi dimana diperlukan rujukan dokter ahli, khususnya pada keadaan serangan asma berat yang mengancam jiwa atau penderita yang diragukan kemampuan mengatasi serangannya. Jika terdapat hal-hal yang dapat memperberat asma penderita, seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis, rinitis berat, penderita harus segera ke dokter ahli. Kondisi lain yang memerlukan penanganan dokter ahli adalah apabila penderita tidak memberikan respons pengobatan yang optimal, atau penyakit asma dengan keadaan-keadaan khusus, seperti kehamilan, operasi, aktivitas fisik, sinusitis, rinitis, polip hidung, asma karena pekerjaan, infeksi paru, dan refluks gastroesofagitis.